Brussel, tiradar.id – Uni Eropa menyatakan kesiapan untuk mengambil tindakan balasan setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan pemberlakuan tarif impor sebesar 30 persen terhadap barang-barang dari blok negara-negara Eropa tersebut. Kebijakan tarif ini dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 jika negosiasi antara kedua pihak gagal mencapai kesepakatan.
Komisaris Eropa untuk Perdagangan dan Ekonomi, Maros Sefcovic, menyebut tarif tersebut sebagai tindakan yang “benar-benar tidak bisa diterima”. Meski begitu, Sefcovic menegaskan bahwa Uni Eropa masih membuka ruang untuk berunding.
“Saya yakin 100 persen bahwa solusi yang dirundingkan jauh lebih baik daripada tensi yang mungkin kita hadapi setelah 1 Agustus,” ujar Sefcovic dalam pertemuan tingkat menteri Uni Eropa di Brussel, Senin (14/7/2025).
Hal senada disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen, yang saat ini memegang presidensi Uni Eropa hingga akhir tahun. Ia menyebut bahwa meskipun Uni Eropa lebih memilih jalur diplomasi, blok tersebut siap mengambil langkah tegas jika negosiasi tidak menghasilkan solusi.
“Uni Eropa tetap siap bereaksi, termasuk melakukan tindakan balasan yang kokoh dan setimpal jika diperlukan. Terdapat rasa persatuan yang kuat di sini,” kata Rasmussen, dikutip dari Al Jazeera.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengkaji rencana untuk mengenakan tarif terhadap berbagai komoditas asal AS dengan nilai total mencapai 24,5 miliar dolar AS atau sekitar 398 triliun rupiah.
Di sisi lain, Presiden Trump mengaku masih membuka pintu dialog dengan mitra dagangnya menjelang tenggat tarif tersebut. Ia berdalih bahwa kebijakan tarif diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkuat sektor manufaktur dalam negeri. AS pun memberikan masa jeda selama 90 hari untuk negosiasi sebelum tarif resmi diberlakukan.
Selain Uni Eropa, beberapa negara sekutu AS lainnya juga terdampak kebijakan ini, termasuk Jepang yang dikenai tarif 25 persen, Kanada 35 persen, Meksiko 30 persen, dan Indonesia sebesar 32 persen.


