Jakarta, tiradar.id – Setelah sempat menguat pekan lalu, nilai tukar rupiah hari ini justru mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat. Data dari Bloomberg mencatat, rupiah ditutup melemah sebesar 0,27 persen atau turun 44 poin, berada di level Rp16.238 per dolar AS.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa tekanan terhadap rupiah ini dipicu oleh sejumlah faktor eksternal, termasuk ketidakpastian negosiasi tarif Amerika Serikat dengan beberapa mitra dagangnya. Meski perang dagang AS-Tiongkok dinyatakan berakhir, batas waktu 9 Juli semakin dekat. Ada kekhawatiran AS akan kembali menerapkan tarif, terutama pada baja dan aluminium.
Di sisi lain, sentimen geopolitik ikut memainkan peran. Pasar global kini berharap agresi militer Israel di Gaza segera berakhir, ditambah adanya sinyal fleksibilitas dari Iran terkait program nuklirnya. Tapi perhatian utama pasar pekan ini tertuju pada data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis hari Kamis, sebagai penentu arah kebijakan suku bunga The Fed selanjutnya.
Sementara itu, kondisi ekonomi Tiongkok menunjukkan perlambatan. Aktivitas pabrik di negara tersebut terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut akibat lesunya permintaan dalam negeri dan ekspor, yang tak lepas dari ketidakpastian tarif perdagangan dengan Amerika.
Dari dalam negeri, proyeksi inflasi Indonesia juga menjadi sorotan. ING Bank N.V yang berbasis di Amsterdam memperkirakan inflasi Juni mencapai 2,2 persen, lebih tinggi dibandingkan Mei yang hanya 1,6 persen secara tahunan. Lonjakan ini dipicu kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada sektor transportasi, meski sebelumnya sektor ini sempat menunjukkan kontribusi nol terhadap inflasi inti.