Jakarta, tiradar.id – Menurut Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar uang, pelemahan rupiah terhadap dolar AS berpotensi berlanjut pada hari Kamis (8/6) karena imbal hasil obligasi AS meningkat, yang menandakan persepsi pelaku pasar bahwa suku bunga tinggi di AS masih akan dipertahankan.
Ariston menjelaskan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi AS dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Kanada yang tidak diharapkan sebelumnya, naik 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Dia menyampaikan pendapatnya kepada Antara di Jakarta pada hari Kamis.
Kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Kanada dilakukan untuk menurunkan target inflasi mereka menjadi 2 persen, mengingat tingkat inflasi saat ini sekitar 4,4 persen.
Berdasarkan survei CME Fed Watch Tool, probabilitas kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve (Fed) di bulan Juni 2023 menurun dari sekitar 80 persen menjadi 66 persen.
Ariston mengatakan bahwa ada potensi pelemahan rupiah menjadi sekitar Rp14.900 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp14.850 per dolar AS.
Sebelumnya, Lukman Leong, seorang analis senior, menyatakan bahwa pada hari Kamis, para investor cenderung menunggu dan melihat perkembangan data dan acara ekonomi penting minggu depan. Contohnya, data cadangan devisa Indonesia yang akan diumumkan pada Jumat (9/6), neraca perdagangan Indonesia, serta data inflasi AS dan pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan.
Lukman mengatakan, “Dolar AS diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran tertentu, sementara rupiah masih didukung oleh sentimen positif domestik dan akan menguat meskipun tidak signifikan.” Dia mengungkapkan pendapatnya pada hari Rabu (7/6).
Pada pembukaan perdagangan hari Kamis, kurs rupiah melemah 0,17 persen atau 25 poin menjadi Rp14.902 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.877 per dolar AS dalam transaksi antarbank. (*)
Berita ini sudah dimuat di ANTARANews.com dengan judul Pengamat: Pelemahan rupiah berpeluang berlanjut pada hari Kamis