
Subang, tiradar.id, – Mungkin tak banyak yang tahu bahwa di Subang terdapat sebuah bendung tua yang cukup penting bagi pertanian, sekaligus menjadi obyek wisata desa yang menarik. Namanya Bendung Macan.
Bendung yang selesai dibangun pada tahun 1960 ini terletak di Desa Bendungan, Kecamatan Pagaden Barat, berjarak sekitar 16 km dari kota Subang. Bendung Macan juga menjadi penanda perbatasan antara Kecamatan Pagaden Barat di sisi timur, dan Kecamatan Cikaum di sebelah barat.
Istilah bendung berbeda dengan bendungan. Dikutip dari situs Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bendung adalah bangunan yang dibuat untuk meninggikan muka air sungai sampai ketinggian yang diperlukan agar air mengalir ke saluran irigasi dan petak sawah. Sedangkan bendungan merupakan bangunan yang dibuat sebagai penahan aliran air sungai sehingga membentuk suatu waduk untuk cadangan air.
Bendung Macan dibangun untuk meninggikan muka sungai Ciasem, sehingga bisa dialirkan ke area persawahan di hilirnya. Luas persawahan yang diairi Bendung Macan mencapai sekitar 10.000 hektar terhampar di sekitar Pagaden Barat, seperti di Kecamatan Binong, Pagaden, dan Tambakdahan.

Meski sudah berumur hampir 65 tahun, kondisi bangunan fisik Bendung Macan masih sangat kokoh hingga sekarang. Pemandangan bendung ini dari atas jembatan ke hilir cukup menarik. Pada musim kemarau banyak pemancing atau penangkap ikan terlihat menyusuri cerukan-cerukan air untuk mencari ikan tagih dan berod yang bersembunyi di lubang-lubang di bawah bebatuan.
Pada musim hujan, pemandangannya kadang terkesan menyeramkan. Air yang menggelontor dari bawah jembatan menyemburat bergemuruh membentur tanggul-tanggul pemecah arus, menciptakan pemandangan yang agak mengerikan.
Dipercantik dengan Taman
Area sekitar Bendung Macan kini telah dipercantik dengan dibangunnya taman-taman, trek jogging dan lapang senam. Hampir tiap pagi terutama pada hari libur banyak masyarakat di sekitarnya berekreasi membawa keluarganya menikmati udara pagi di area taman-tamannya yang dilengkapi kursi kayu dan gazebo.
Bahkan banyak juga warga dari tempat cukup jauh datang berombongan menggelar acara tertentu, seperti reuni, outing, atau botram dengan makan-makan bersama di tepi sungai.
Masyarakat Pagaden Barat terutama yang tinggal di sekitar Bendung Macan tentu saja merasa bangga. Namun, seperti disampaikan Ketua Paguyuban Urang Pagaden Barat (Paurparat), Ir. Endang Sukendar, warga sekitar masih belum merasa memiliki Bendung Macan yang mereka banggakan itu.
“Sebenarnya warga ingin dilibatkan dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan kawasan wisata Bendung Macan, agar memberikan manfaat nyata bagi mereka, dan sekaligus merasa ikut memiliki,” kata Endang, saat ditemui Subang Post di rumahnya di Pagaden Barat, Minggu (07/12/2025).
Jika rasa ikut memiliki itu telah tumbuh, lanjut dia, maka warga akan turut menjaga dan memeliharanya. Sehingga peristiwa kejahatan seperti pencurian alat dan fasilitas taman yang kerap terjadi di Bendung Macan mungkin bisa dicegah.
“Warga Pagaden Barat, terutama masyarakat Desa Bendungan sebenarnya punya banyak usulan agar Bendung Macan jadi destinasi wisata desa yang memberi dampak ekonomi bagi mereka. Misalnya, jadi area pembukaan pasar malam atau pasar Sabtu-Minggu, dan tempat kuliner,” kata Endang, yang juga aktif di Yayasan Forum Subang Membangun itu.
Kawasan Bendung macan merupakan tempat strategis karena jadi satu-satunya titik pertemuan jalan alternatif dari arah lima kecamatan, yakni Purwadadi, Cikaum, Pagaden, Binong dan dari arah Subang. Bendung Macan juga merupakan perlintasan jalur wisata desa karena tak jauh dari sana ada Taman Anggur Kukulu, Taman Arimbi Kawunganten, Waterboom Citapen, dan Taman Tirta Kahuripan Angsana. Banyak pengguna jalan yang singgah di sini sekadar untuk beristirahat sejenak di warung-warung kopi dan warung nasi.
Hajjah Euis, salah seorang pemilik warung nasi timbel di kawasan Bendung Macan
mengaku mendapat pemasukan antara Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta sehari. Banyak pengguna jalan singgah untuk makan siang atau sekadar mengopi di warungnya.
“Masalahnya di sini belum ada aliran listrik karena perlu beberapa tiang. Harusnya pihak Bendung Macan pasang jaringan listrik PLN sehingga kami bisa ikut nebeng,” kata wanita 45 tahun itu. Belakangan Hj Euis telah menyambung sendiri jaringan listrik ke warungnya dari permukiman penduduk terdekat dengan menggunakan tiang bambu.
Ketua Paurparat, Endang, mengatakan bahwa paguyubannya pernah mencoba menjajaki komunikasi dengan Kantor Perum Jasa Tirta II di Binong yang mengelola Bendung Macan. Tujuannya untuk bincang-bincang mengenai kemungkinan mengelola obyek wisata Bendung Macan dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Hasilnya? “Kami hanya diterima staf biasa yang mengatakan bahwa kepala kantornya tidak ada di tempat. Kami dikasih nomor ponselnya, tapi pesan yang dikirim tidak dibalas tuntas, dan tak ada komunikasi lagi,” kata Endang.
Ia berharap, Perum Jasa Tirta membuka diri untuk menerima keterlibatan masyarakat sekitar, sehingga mereka turut merasakan manfaat keberadaan Bendung Macan di wilayahnya. Kalau sudah begitu, mereka pun akan terpanggil untuk ikut menjaga, memelihara dan mengamankannya.***
Tim Redaksi Tiradar