Purbaya Bandingkan Pertumbuhan Ekonomi Era SBY dan Jokowi, Targetkan 6 Persen di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa | ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.

Jakarta, tiradar.id — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membandingkan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Dalam kegiatan bertajuk “1 Tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis (16/10/2025), Purbaya menilai pertumbuhan ekonomi era SBY lebih tinggi dibandingkan periode pemerintahan Jokowi, meski dengan pembangunan yang dinilainya tidak seagresif sekarang.

“Pada masa Pak SBY, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6 persen, sementara di era Pak Jokowi rata-ratanya sekitar 5 persen,” ujar Purbaya.

Menurutnya, perbedaan tersebut disebabkan oleh fokus kebijakan ekonomi yang berbeda. Jika SBY lebih mendorong peran sektor swasta, Jokowi lebih mengandalkan belanja pemerintah sebagai motor penggerak ekonomi.

Sebagai Menteri Keuangan di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Purbaya berkomitmen menggabungkan kekuatan kedua sektor itu — swasta dan pemerintah — guna mengejar pertumbuhan ekonomi di kisaran 6 persen.

Tekanan Ekonomi Picu Demonstrasi

Purbaya juga menyoroti kondisi ekonomi yang sempat tertekan pada periode April hingga Agustus 2025, terutama di sektor riil. Ia menilai gelombang demonstrasi besar pada akhir Agustus lalu bukan disebabkan oleh instabilitas politik, melainkan karena tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat.

“Rakyat langsung merasakan tekanan di perekonomian. Kalau sudah kesal, mereka turun ke jalan. Jadi itu bukan protes karena politiknya kacau, tetapi karena ekonomi mereka susah,” ujarnya.

Ia menegaskan, jika kondisi tersebut tidak segera diatasi, potensi gejolak sosial dapat berlanjut dan menghambat upaya pemulihan ekonomi.

Injeksi Dana ke Bank Himbara

Sebagai respons atas tekanan ekonomi tersebut, Purbaya menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun ke bank-bank Himpunan Milik Negara (Himbara). Langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat penyaluran kredit ke sektor riil dan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.

Menurutnya, kebijakan itu mulai menunjukkan hasil positif. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan uang beredar (M0 atau base money) yang telah meningkat menjadi 13,2 persen.

“Artinya, gelontoran dana pemerintah sudah menambah likuiditas di sistem keuangan secara signifikan. Saya akan pantau dari bulan ke bulan. Kalau kurang, saya tambah lagi,” tegas Purbaya.

Kementerian Keuangan, kata dia, juga terus memonitor efektivitas penyerapan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga. Anggaran yang tidak terserap, lanjutnya, dapat dialihkan untuk memperkuat pembiayaan dan pembayaran utang negara.