Strategi Pemerintah Hadapi Dampak Perang Dagang dan Lonjakan Impor Produk China

Jakarta, tiradar.id – Menghadapi situasi global yang tengah diwarnai gejolak perang dagang serta kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat, pemerintah Indonesia menyiapkan langkah antisipatif demi melindungi produk dalam negeri. Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, mengungkapkan dua strategi utama yang akan dijalankan untuk menghadapi tantangan tersebut, terutama dari potensi membanjirnya produk impor dari China.

Strategi pertama adalah pengawasan ketat terhadap aktivitas dagang di platform e-commerce. Langkah ini dinilai krusial untuk mengendalikan masuknya produk asing yang berpotensi menggerus daya saing produk dalam negeri. “Kami terus melakukan pengawasan pada pelaku e-commerce,” ujar Maman dalam keterangannya di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Baca Juga:  Tingkatkan Akses Keuangan Desa, OJK Luncurkan Ekosistem Keuangan Inklusif

Namun, pengawasan saja tidak cukup. Oleh karena itu, strategi kedua yang dikedepankan adalah efisiensi biaya produksi bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Efisiensi ini akan dicapai melalui pembangunan ekosistem usaha yang mendukung peningkatan kualitas dan kapasitas produksi UMKM.

Salah satu bentuk nyata dari pembangunan ekosistem tersebut adalah pendirian fasilitas Rumah Produksi Bersama (RPB). Melalui RPB, pemerintah menargetkan UMKM tidak hanya naik kelas, tetapi juga mampu bersaing secara harga dan kualitas dengan produk-produk luar negeri. “Dengan adanya ekosistem usaha, biaya produksi semakin turun agar harga barang yang dijual bisa bersaing,” jelas Maman.

Baca Juga:  Bahlil Rancang Lembaga Pengawas Penyaluran LPG 3 Kg  

Adapun target pemerintah melalui program RPB ini adalah meningkatkan kapasitas produksi 1,1 juta UMKM dan mencetak total 2,3 juta pelaku UMKM baru yang dapat menjadi nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun ini.

Di sisi lain, Maman juga menegaskan bahwa pemerintah tengah melakukan koordinasi lintas kementerian terkait kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat yang diumumkan Presiden Donald Trump pada 2 April 2025. Kebijakan tarif resiprokal tersebut mengenakan bea masuk sebesar 32% bagi produk asal Indonesia, serta tarif tinggi lainnya untuk beberapa negara ASEAN seperti Vietnam (46%), Kamboja (49%), dan Thailand (36%).

Baca Juga:  Gus Ipul Dilantik sebagai Mensos: Fokus pada Validasi Data DTKS

“Kami sudah menyampaikan sejumlah solusi strategis kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan. Semua proses negosiasi tarif akan difokuskan melalui dua institusi tersebut karena mereka memiliki mandat langsung untuk bernegosiasi dengan pihak Amerika Serikat,” tambah Maman.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan UMKM Indonesia tetap dapat bertahan, bahkan tumbuh, di tengah tekanan global dan persaingan pasar internasional yang semakin ketat.