Koalisi Ojol Nasional Tolak Merger Grab-Gojek: Ancaman Serius bagi Penghidupan Pengemudi Online

Shelter Gojek alun-alun kota Bogor. (Foto: Pemkot Bogor)

Jakarta, tiradar.id — Wacana penggabungan dua perusahaan transportasi daring terbesar di Indonesia, Grab Holdings Ltd. dan GoTo Gojek Tokopedia, kembali mencuat ke permukaan. Menurut berbagai sumber, pembicaraan merger antara kedua raksasa digital ini semakin intensif dan ditargetkan mencapai kesepakatan pada tahun 2025.

Rencana ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mengurangi kerugian finansial dan persaingan yang ketat antara keduanya.

Namun, rencana merger ini menuai penolakan keras dari Koalisi Ojol Nasional (KON). Dalam pernyataan resmi yang dirilis hari ini, KON menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap dampak negatif merger terhadap kesejahteraan para pengemudi ojek online (ojol) dan iklim persaingan usaha di sektor transportasi daring.

“Jika merger ini terjadi, tidak hanya akan menciptakan dominasi pasar yang merugikan konsumen, tetapi juga akan berdampak langsung pada penghidupan para mitra ojol,” ujar Andi Kristiyanto, Ketua Presidium Nasional KON.

Baca Juga:  Menko Airlangga Sebut Penyaluran KUR Sedang Alami Tren Positif

Ancaman Bagi Konsumen dan Mitra Ojol

Saat ini, kompetisi antara Grab dan Gojek dinilai menciptakan harga layanan yang kompetitif. Namun, jika keduanya bergabung, KON memperkirakan akan muncul kebijakan harga baru yang lebih tinggi, seiring dengan berkurangnya persaingan. Selain itu, para pengemudi ojol dikhawatirkan akan menghadapi penurunan pendapatan akibat peningkatan potongan dan potensi perubahan sistem kemitraan menjadi sistem karyawan.

“Tidak semua mitra memenuhi syarat untuk diangkat menjadi karyawan. Ini berisiko menciptakan pengangguran baru dan penurunan kesejahteraan bagi ribuan pengemudi,” tambah Andi.

Potensi Monopoli dan Dampak Regulasi

Baca Juga:  Jadi Salah Satu Desa Wisata Terbaik, Sandiaga Uno: Saya Kagum ke Desa Wisata Cibeusi

KON menilai bahwa merger antara Grab dan Gojek bisa melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan lebih dari 80 persen pangsa pasar dikuasai oleh keduanya, penggabungan ini dinilai berpotensi menciptakan monopoli yang dapat mematikan aplikasi pesaing seperti Maxim dan inDrive.

Sebagai respons, KON mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pencegahan terhadap merger ini. Selain itu, KON juga meminta pemerintah untuk turun tangan sebagai regulator dan pengawas yang menjamin keseimbangan pasar serta perlindungan terhadap pengemudi dan konsumen.

“Kami menolak keras rencana merger ini dan mendesak pemerintah untuk menjaga keberlangsungan bisnis transportasi daring yang adil dan inklusif bagi semua pihak,” tegas Andi Kristiyanto.

Baca Juga:  Sandiaga Uno: Wisata Petualangan Dukung Industri Pariwisata Sekaligus Jaga Kelestarian Alam

Kesimpulan

Dengan pernyataan sikap ini, Koalisi Ojol Nasional menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak dan kesejahteraan pengemudi ojol di tengah ancaman dominasi pasar oleh entitas besar. Mereka berharap pemerintah dan lembaga pengawas segera bertindak agar tidak terjadi krisis sosial-ekonomi baru di sektor transportasi daring Indonesia.