Ombudsman: Evaluasi Menyeluruh dan Keadilan Bagi Warga

Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (bertopi) saat melihat lokasi penggusuran di Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, Jum'at (9/5/2025) (Gus Eko/ tiradar.id)

Subang, tiradar.id- Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, Jum’at (9/5/2025) menegaskan, pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap legalitas kepemilikan tanah di lokasi penggusuran di Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang.

Menurut Yeka, aturan harus ditegakan, dan masyarakat tidak boleh dirugikan akibat keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ombudsman Republik Indonesia melakukan peninjauan langsung ke lokasi penggusuran di Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, menyusul adanya polemik terkait legalitas kepemilikan lahan dan rencana normalisasi saluran irigasi di wilayah tersebut.

Menurut Yeka, proses tersebut tidak boleh mengabaikan hak dan keadilan bagi masyarakat. Ia menyatakan, Ombudsman akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan serta menekankan pentingnya penegakan aturan, khususnya terkait jalur irigasi.

“Persoalan ini nggak boleh ada yang dirugikan. Ombudsman akan mengevaluasi dan memeriksa semua dokumen yang terkait. Aturan harus tetap ditegakkan, dan rakyat tidak boleh menjadi korban,” tegas Yeka.

Baca Juga:  Rumah Tapak Jabatan Menteri di Ibu Kota Nusantara Siap Digunakan

Yeka juga menyoroti pentingnya optimalisasi irigasi. Menurutnya, jalur yang selama ini digunakan warga bukan merupakan jalan provinsi maupun kabupaten, melainkan jalur pengawasan saluran irigasi yang seharusnya steril dari bangunan.

Yeka berjanji, akan segera mengoordinasikan temuan di lapangan dengan instansi terkait, dan menegaskan, semua proses akan dilakukan secara transparan dan terbuka. “Dalam satu hingga dua minggu ke depan akan ada perkembangan terbaru terkait penanganan kasus ini,” tegas Yeka.

Kepada para wartawan, warga Dawuan yang terdampak, Hadi Sunaryo, menyampaikan mereka siap mengikuti proses, jika memang penggusuran dilakukan untuk kepentingan umum yang mendesak. Dilain pihak, ia meminta ganti rugi harus layak dan sesuai dengan nilai pasar.

Baca Juga:  Hari Otonomi Daerah, Sumedang Raih Dua Penghargaan Nasional

“Kita akan mempertahankan hak kita, karena sertifikatnya resmi. Ada yang sejak 1998, ada yang baru 2012, tapi itu bukan sertifikat pertama, melainkan sertifikat turunannya. Kami hanya minta kalau pun digusur, ganti ruginya layak, minimal Rp10 juta per meter,” ujar Hadi.

Camat Dawuan, Ganjar Taufiq, mengakui bahwa soal keabsahan sertifikat merupakan kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia juga menyampaikan apresiasi kepada warga yang dengan kesadaran sendiri telah membongkar bangunan yang melanggar aturan.

“Saya ucapkan terima kasih kepada warga yang telah mematuhi aturan. Ini bukti kepatuhan terhadap hukum,” kata Ganjar.

Dalam kesempatan yang sama, General Manager Wilayah III PJT II, Femberi Setiawan, menjelaskan, pihaknya telah lama berkoordinasi dengan warga dalam pengelolaan saluran air. Sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 08/PRT/M/2015, tambah Fembri, tidak diperbolehkan adanya bangunan di atas saluran tersier, dan jarak aman dari saluran sekunder, tergantung pada kedalaman saluran tersebut.

Baca Juga:  MinyaKita di Subang 'Disunat', Seorang Pria Ditangkap

“Saluran air ini mengairi sekitar 1.974 hektare lahan pertanian. Jika tidak dinormalisasi, maka ke depan fungsinya akan terganggu. Sesuai aturan, tidak boleh ada bangunan di atas saluran tersebut,” jelasnya.***