Ragam  

Menilik Perbedaan Penentuan Awal Ramadhan: Antara Ilmu Astronomi dan Tradisi

Jakarta, tiradar.id – Ramadhan, bulan suci dalam agama Islam, selalu diawali dengan penentuan penampakan hilal. Namun, di Indonesia, proses penentuan ini tidak selalu berjalan mulus karena adanya perbedaan pendekatan antara hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan langsung).

Seperti dikutip dari laman CNN Indonesia, Menurut Thomas Djamaluddin, peneliti astronomi dan astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), penampakan hilal menjadi penanda awal bulan hijriah. Namun, ada perbedaan metode antara hisab dan rukyat yang kadang menyebabkan perbedaan pendapat antara ormas Islam dan pemerintah.

Hisab, yang mengacu pada perhitungan astronomi, menggunakan konsep peredaran Bulan untuk menentukan awal bulan baru. Sementara itu, rukyat, yang bergantung pada pengamatan langsung bulan sabit, memerlukan kondisi cuaca yang baik dan keahlian dalam mengamati.

Baca Juga:  SatpolDamkar Subang Gaspol! Pastikan Puasa Makin Nyaman Tanpa Gangguan

Widya Sawitar, seorang peneliti astronomi senior di Planetarium Jakarta, menjelaskan bahwa penentuan awal bulan baru dalam kalender hijriah juga bergantung pada usia Bulan setelah ijtimak atau konjungsi, yaitu saat Bulan dan Matahari berada dalam satu garis edar. Namun, pengamatan bulan baru ini bisa sulit dilakukan karena bulan sabit yang sangat tipis.

Di sisi lain, Abdul Mufid, seorang peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN, menyoroti perbedaan dalam kriteria penentuan ketinggian hilal. Sebelumnya, kriteria mengacu pada tinggi hilal minimal 2 derajat dan elongasi minimal 3 derajat, namun kriteria baru menetapkan tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

Baca Juga:  Tidak Hanya Bikin Kenyang, Ini Manfaat Mengkonsumsi Telur

Pendekatan lain dalam penentuan awal bulan hijriah adalah yang digunakan oleh Muhammadiyah, yaitu hisab hakiki wujudul hilal, yang mempertimbangkan posisi geometris Matahari, Bumi, dan Bulan. Pendekatan ini tidak bergantung pada penampakan hilal secara langsung.

Dengan adanya perbedaan pendekatan ini, sering terjadi perbedaan tanggal awal Ramadhan antara ormas Islam dan pemerintah. Pada tahun ini, terdapat perbedaan pendapat antara Muhammadiyah dan Pemerintah terkait awal Ramadhan. Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan pada 11 Maret, sementara Pemerintah belum memutuskannya karena harus menggelar Sidang Isbat terlebih dahulu.

Baca Juga:  Coca-Cola dan Appletiser Ditarik di Inggris karena Kandungan Chlorate Berlebih

Meskipun demikian, upaya untuk memperbaiki sistem penentuan awal bulan hijriah terus dilakukan, termasuk dengan mengadopsi kriteria MABIMS yang diharapkan dapat menyatukan pandangan antara berbagai pihak terkait penentuan awal Ramadhan, Idulfitri, dan peristiwa penting lainnya dalam kalender Islam.