Revisi Permendag Atur Perbedaan Perizinan e-Commerce dan Social Commerce

Pedagang menawarkan pakaian secara daring melalui siaran langsung di media sosial dan marketplace, Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (13/6/2023). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa/aa.

Jakarta, tiradar.id – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Perdagangan, akan mengatur izin usaha yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa di masa depan, e-commerce dan social commerce akan memiliki izin usaha yang berbeda. Jika suatu platform memiliki media sosial dan fitur komersial, maka izinnya akan berbeda pula. Platform tersebut harus memperoleh dua izin dan mengajukannya ke Kementerian Perdagangan.

Menteri Perdagangan Zulkifli menyebut bahwa revisi Permendag saat ini sedang dipercepat dengan salah satu alasan karena platform media sosial Tiktok atau Tiktok Shop menggabungkan dua fitur tersebut, padahal seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda sesuai peraturan.

Baca Juga:  5 Tips untuk Meningkatkan Elastisitas Kulit Wanita Berusia 60-an

Melalui revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, diharapkan kekosongan aturan terkait akan lebih jelas dan teratur.

Perkembangan terkini mengenai revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 sedang dalam tahap harmonisasi antar kementerian. Fokus utama dari revisi kali ini adalah melarang seluruh platform belanja daring untuk menjadi produsen dalam produk apa pun.

Staf khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, menyatakan bahwa sebenarnya tidak sulit menemukan produk-produk yang dijual di Tiktok Shop melakukan perdagangan cross border. Namun, klaim ini ditampik oleh manajemen Tiktok di Indonesia.

Baca Juga:  Jelang Piala Dunia U-17, FIFA Inspeksi Stadion di Empat Kota

Untuk itu, perlu diatur secara regulasi melalui revisi Permendag agar tidak ada celah yang memungkinkan mengatur bisnis atau izin usaha daring di setiap platform.

Fiki Satari menegaskan bahwa harga-harga produk di Tiktok Shop saat ini sebagian besar merupakan produk impor dengan harga yang sangat rendah, yang disebut sebagai “predatory pricing.” Hal ini perlu diatasi untuk melindungi pelaku usaha lokal.(*)

Berita ini sudah dimuat di ANTARANews.com dengan judul Mendag bedakan izin penjualan di e-commerce dan social commerce