Jakarta, tiradar.id – Sebuah penelitian terbaru mengungkap temuan menarik mengenai manfaat lain dari probiotik, yaitu kemampuannya dalam membantu mengurangi emosi negatif hanya dalam waktu dua minggu. Biasanya dikenal sebagai suplemen untuk menjaga kesehatan pencernaan, probiotik kini menunjukkan potensi besar dalam mendukung kesehatan mental, bahkan pada individu yang sehat.
Dilansir dari Medical Daily pada Rabu (16/4), penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal npj Mental Health Research. Para peneliti melibatkan 88 relawan sehat dengan usia rata-rata 22 tahun. Mereka ingin mengeksplorasi pengaruh suplemen probiotik multispesies terhadap suasana hati harian para peserta.
Selama empat minggu, para peserta dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima satu sachet campuran probiotik setiap hari, sementara kelompok lainnya diberi plasebo. Sachet probiotik tersebut berisi campuran sembilan jenis bakteri yang sudah dikenal berperan dalam mendukung kesehatan usus dan emosi, seperti Bifidobacterium bifidum, B. lactis, serta beberapa spesies Lactobacillus dan Lactococcus. Sedangkan sachet plasebo disusun sedemikian rupa agar memiliki warna, rasa, dan bau yang sama dengan probiotik untuk menjaga validitas hasil.
Sebelum dan sesudah masa intervensi, para peserta mengisi kuesioner pengaturan emosi, serta setiap hari menerima pengingat elektronik untuk melaporkan suasana hati dan karakteristik tinja mereka melalui tautan daring.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta yang mengonsumsi probiotik mulai merasakan penurunan emosi negatif sekitar dua minggu setelah penggunaan, berbeda dengan kelompok plasebo yang tidak menunjukkan perubahan signifikan. Menariknya, hasil ini bertolak belakang dengan sejumlah penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa manfaat probiotik lebih terasa pada individu yang memang sudah memiliki gangguan suasana hati.
Menurut para peneliti, temuan ini menunjukkan bahwa probiotik memiliki potensi memberikan dampak nyata terhadap suasana hati, bahkan pada individu yang tidak mengalami gangguan psikologis. Namun, mereka juga mencatat bahwa perubahan ini mungkin tidak selalu mudah ditangkap melalui kuesioner suasana hati yang umum digunakan.
“Ini adalah penelitian pertama yang menerapkan pemantauan suasana hati harian untuk menilai efek probiotik. Dan faktanya, pada akhir penelitian selama sebulan, suasana hati negatif mereka tampaknya masih terus membaik,” ungkap Katerina Johnson, penulis utama studi ini kepada Healthline.
Meski begitu, peneliti tetap mengingatkan bahwa hasil ini tidak serta-merta menjadi alasan bagi individu dengan gangguan psikologis untuk meninggalkan pengobatan atau terapi yang sudah berjalan dan hanya mengandalkan suplemen probiotik semata.
Penelitian ini membuka jalan bagi eksplorasi lebih lanjut mengenai keterkaitan antara kesehatan usus dan kondisi emosional, serta memberikan harapan baru bagi pendekatan holistik dalam menjaga kesehatan mental.