Semarang, tiradar.id — Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Surrey, John Innes Centre, dan Quadram Institute Bioscience mengungkap bahwa banyak masyarakat melakukan kesalahan saat memilih suplemen vitamin D, khususnya dalam membedakan antara vitamin D2 dan D3.
Dalam temuan yang dipublikasikan di jurnal Nutrition Reviews dan dikutip oleh Eating Well pada Senin (6/10), para peneliti menelusuri berbagai penelitian yang dipublikasikan antara Januari 1975 hingga Februari 2023 melalui basis data PubMed. Dari total 202 artikel yang ditemukan, hanya 11 studi yang memenuhi kriteria untuk dianalisis lebih lanjut.
Studi-studi tersebut merupakan uji coba terkontrol acak, di mana peserta dibagi menjadi dua kelompok — satu kelompok mengonsumsi vitamin D2 dan lainnya tidak. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar vitamin D3 dalam darah menurun secara signifikan pada mereka yang mengonsumsi vitamin D2 dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Rata-rata, kadar vitamin D3 serum turun sekitar 18 nanomol per liter pada akhir periode penelitian dan sekitar 9 nanomol per liter selama keseluruhan uji coba. Karena pola serupa ditemukan di beberapa studi, para peneliti menyimpulkan adanya hubungan sebab-akibat nyata antara konsumsi vitamin D2 dan penurunan kadar vitamin D3 dalam tubuh.
“Temuan ini menunjukkan bahwa jenis vitamin D yang dikonsumsi sangat penting. Meskipun D2 dan D3 sama-sama dapat meningkatkan kadar vitamin D secara keseluruhan, vitamin D3 terbukti lebih efektif dalam menjaga kestabilan kadar tersebut dan mendukung kesehatan jangka panjang,” tulis para peneliti dalam laporan tersebut.
Sumber alami vitamin D memang terbatas, namun masyarakat dapat memperolehnya melalui ikan berlemak seperti salmon, makarel, dan sarden, serta dari kuning telur, hati sapi, dan jamur yang terpapar sinar UV. Selain itu, sejumlah produk seperti susu, yogurt, sereal, dan susu nabati juga kerap difortifikasi dengan vitamin D untuk membantu mencukupi kebutuhan harian.
Bagi mereka yang sulit memenuhi kebutuhan vitamin D dari makanan, para ahli menyarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional sebelum mengonsumsi suplemen. Saat ini juga telah tersedia vitamin D3 berbasis nabati yang terbuat dari lumut kerak, sehingga dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dengan pola makan vegan.
Penelitian ini memperkuat sejumlah studi terdahulu yang menunjukkan vitamin D3 merupakan bentuk vitamin D yang paling efektif dalam menjaga kadar vitamin D yang sehat di tubuh. Para peneliti menegaskan, hingga mekanisme penurunan kadar D3 akibat konsumsi D2 benar-benar dipahami, vitamin D3 disarankan sebagai pilihan yang lebih andal bagi sebagian besar orang.
“Konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional jika Anda mempertimbangkan untuk mulai mengonsumsi suplemen vitamin D atau ingin mengetahui apakah suplemen yang Anda pilih sudah sesuai dengan kebutuhan tubuh,” tutup laporan tersebut.


