Jakarta, tiradar.id – Sebuah penelitian terbaru telah mengungkap serangkaian efek kesehatan yang terkait dengan konsumsi minuman energi yang populer di kalangan anak-anak dan dewasa muda. Dilansir oleh laman Medical Daily pada Jumat (19/1), efek-efek tersebut mencakup gangguan tidur, depresi, ADHD (Attention-deficit/hyperactivity disorder), dan kecemasan.
Para peneliti melakukan tinjauan sistematis dengan memeriksa 57 studi yang mencakup data antara Januari 2016 hingga Juli 2022, fokus pada dampak minuman energi pada anak-anak dan remaja.
Temuan mereka mencatat hubungan positif yang kuat antara konsumsi minuman energi dan perilaku berisiko seperti merokok, penggunaan alkohol, pesta minuman keras, penggunaan narkoba lainnya, dan niat untuk memulai perilaku-perilaku tersebut.
Selain itu, konsumsi minuman energi juga dikaitkan dengan pencarian sensasi, perilaku nakal, durasi tidur pendek, kualitas tidur buruk, dan prestasi akademik rendah. Efek kesehatan tambahan termasuk peningkatan risiko bunuh diri, tekanan psikologis, gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, perilaku depresi dan panik, penyakit alergi, resistensi insulin, karies gigi, dan keausan gigi yang erosif.
Meskipun minuman energi dipasarkan sebagai minuman non-alkohol yang konon meningkatkan kinerja fisik dan kognitif, bukti ilmiah yang mendukung klaim ini masih terbatas. Selain itu, penelitian juga menunjukkan potensi dampak negatif terhadap kesehatan, termasuk masalah kardiovaskular, neurologis, metabolisme, dan gastrointestinal.
Minuman berenergi umumnya mengandung tinggi kafein dan gula, serta stimulan lain seperti taurin, ginseng, dan guarana. Kandungan kafeinnya berkisar antara 50 mg hingga 505 mg per porsi.
American Academy of Pediatricians menyarankan untuk tidak menggunakan minuman berenergi dan segala bentuk kafein pada anak-anak di bawah usia 12 tahun. Mereka juga menyarankan untuk membatasi asupan kafein hingga 100 mg setiap hari bagi mereka yang berusia 12-18 tahun.
Para peneliti menambahkan bahwa studi longitudinal tambahan diperlukan untuk memastikan hubungan sebab akibat. Prinsip kehati-hatian juga harus dipertimbangkan dalam peraturan kebijakan dan pembatasan penjualan minuman energi kepada populasi anak-anak dan remaja.
Dengan temuan ini, penting bagi masyarakat dan pembuat kebijakan untuk lebih memahami dan mengatasi potensi risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi minuman energi pada generasi muda.