Bandung, tiradar.id – Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengumumkan kebijakan baru yang mengatur aktivitas siswa dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan tersebut melarang siswa membawa telepon genggam (HP) dan kendaraan bermotor ke sekolah.
“Per hari ini anak SD dan SMP tidak boleh bawa sepeda motor dan HP,” tegas Dedi seusai memimpin upacara Hardiknas tingkat Provinsi Jawa Barat pada Jumat (2/5/2025), seperti dikutip dari TribunJabar.id. Meski demikian, larangan kendaraan bermotor tidak berlaku bagi siswa SMA yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Menurut Dedi, penegakan aturan lalu lintas di kalangan pelajar selama ini kurang maksimal karena adanya keraguan dalam tindakan. “Untuk anak SMA itu yang belum cukup umur tidak boleh bawa kendaraan bermotor. Kan itu undang-undang lalu lintas,” tambahnya.
Program Pendidikan Militer bagi Siswa Bermasalah Dimulai
Tak hanya menerapkan aturan baru di sekolah, Pemprov Jabar juga memulai program pendidikan militer bagi siswa yang tercatat melakukan pelanggaran kedisiplinan atau bahkan tindakan mengarah pada kriminalitas. Program ini resmi dimulai pada Kamis (1/5/2025), dengan pemberangkatan 39 siswa SMP dari Kabupaten Purwakarta ke barak militer Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9.
Keesokan harinya, sebanyak 30 siswa dari Kota Bandung — baik dari jenjang SMP maupun SMA — juga mengikuti pelatihan serupa di Markas Rindam III/Siliwangi. “Kita satu-satu dulu deh,” ujar Dedi, menanggapi reaksi publik terkait program tersebut, termasuk komentar netizen yang menyarankan agar anak-anak yang “gemulai” juga diberi pelatihan militer untuk membentuk karakter yang lebih tegap.
Lama masa pendidikan militer ini bervariasi, tergantung pada perkembangan masing-masing siswa. Mereka wajib tinggal di barak selama mengikuti program. “Siswa yang di Rindam SMP sama SMA. Nginap, masa pulang pergi,” kata Dedi.
Wajib Persetujuan Orang Tua dan Dibiayai Secara Mandiri
Ke depan, siswa-siswa yang terjaring razia aparat karena pelanggaran akan ikut serta dalam program ini, namun dengan satu syarat penting: harus mendapat persetujuan dan diserahkan langsung oleh orang tua mereka.
“Penyerahannya harus oleh orang tua, tidak boleh penyerahan di luar orang tua,” tegas Dedi. Ia juga menjelaskan bahwa sementara ini biaya operasional ditanggung secara pribadi oleh dirinya dan para bupati di daerah masing-masing. “Ya, sementara ini saya support, bupati juga support dari biaya operasional mereka ya,” ujarnya.
Meskipun regulasi resmi untuk program ini masih dalam tahap penyusunan, Gubernur Dedi memastikan pelaksanaan tidak akan tertunda. “Kan yang penting jalan dulu. Misalnya begini deh, mereka butuh makan, masa kita enggak bisa ngirim makan sih,” tuturnya.
Program ini mendapat dukungan dari Pemprov Jawa Barat melalui surat edaran resmi dan diharapkan dapat menumbuhkan kedisiplinan serta visi positif bagi siswa bermasalah.