Gubernur Dedi Mulyadi: Era Media Sosial Menuntut Pemimpin Terbuka dan Efisien

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saat memberikan keterangan di Rindam III/Siliwangi seusai upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Jumat (2/5/2025). | Foto: TribunJabar/Hilman Kamaludin

Bogor, tiradar.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan pentingnya keterbukaan, efisiensi, dan penguasaan teknologi di era digital saat ini. Hal tersebut ia sampaikan dalam pidatonya di hadapan para mahasiswa Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, yang diunggah melalui kanal UNPAK TV pada 24 Juni 2025.

Dalam pidatonya, Dedi menyampaikan bahwa media sosial telah mengubah lanskap komunikasi publik secara drastis, termasuk cara seorang pemimpin menyampaikan pesan dan mempertanggungjawabkan kinerjanya. Ia menilai, pemimpin masa kini harus mampu beradaptasi dan menggunakan media sosial sebagai sarana berbagi informasi secara langsung tanpa bergantung pada anggaran negara maupun media konvensional.

“Pemimpin hari ini bisa secara terbuka bercerita tentang apapun tanpa harus menggunakan media mainstream. Bercerita di TikTok, YouTube, IG, Facebook. Ceritakan apa saja secara langsung,” ujar Dedi di hadapan para mahasiswa.

Dedi bahkan mencontohkan pengalamannya sendiri dalam menggunakan kanal YouTube sebagai media untuk menyampaikan informasi dan klarifikasi. Ia menyebut bahwa platform digital memberinya ruang untuk menghadirkan rekam jejak kerja yang autentik, yang tidak dapat dimanipulasi seperti yang kerap terjadi di media konvensional.

“Kalau saya tidak punya YouTube, mungkin saya sudah didemo berkali-kali di Gedung Sate. Kenapa? Karena banyak ucapan saya yang dipotong dan disalahartikan. Tapi dengan YouTube, semua bisa melihat sumber asli dan apa adanya,” jelasnya.

Dedi juga mengajak generasi muda untuk kembali mengenal sejarah peradaban bangsa sebagai pijakan dalam mengembangkan teknologi masa depan. Ia mengingatkan bahwa bangsa Indonesia telah lebih dulu mengenal sistem pertanian, teknologi batu, dan pengolahan logam, jauh sebelum banyak bangsa lain.

“Kalau begitu, apa yang harus kita perbaiki? Diri kita. Kembali pelajari sejarah peradaban bangsa dan kembangkan teknologi kekinian. Tapi ingat, tidak ada kemajuan tanpa efisiensi. Dan efisiensi tidak akan tumbuh tanpa transparansi,” tegas Dedi.

Ia pun mengkritisi anggapan lama bahwa demokrasi hanya dijalankan oleh elite atau organisatoris, dan menyebut media sosial kini membuka ruang partisipasi publik yang lebih nyata dan luas. Dalam pandangannya, media sosial adalah pengadilan publik yang efektif, di mana setiap pernyataan tokoh publik bisa langsung dinilai oleh masyarakat.

“Hari ini, bahkan orang yang tinggal di kaki Gunung Gede Pangrango bisa menyuarakan pendapatnya lewat TikTok. Bisa bertanya, mengkritik, atau menilai seorang profesor atau pejabat. Dan hari ini, seorang tokoh tidak lagi bisa jadi panutan hanya karena sering tampil di televisi. Kalau tidak selaras dengan hati nurani publik, dia akan ditinggalkan,” tandasnya.

Pidato Dedi Mulyadi tersebut menjadi cerminan perubahan zaman yang tengah berlangsung, di mana transparansi, efisiensi, dan literasi digital menjadi prasyarat utama bagi pemimpin dan masyarakat untuk tetap relevan dan berdaya dalam menghadapi tantangan masa depan.