Jakarta, tiradar.id – Ajang “Indonesian Cinema Night” sukses digelar di Festival Film Cannes, Prancis, sebagai bagian dari upaya memperkenalkan budaya serta potensi besar industri perfilman Indonesia ke kancah internasional. Acara ini tidak hanya menjadi etalase kekayaan budaya Tanah Air, tetapi juga wadah strategis untuk membangun jejaring global bagi para pelaku industri film Indonesia.
Dalam sambutannya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong kemajuan ekosistem perfilman nasional dengan mengangkat kekayaan budaya serta identitas bangsa. Ia menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan status Mega Diversity memiliki modal besar untuk mewarnai dunia perfilman global melalui kolaborasi lintas negara.
“Sebagai negara dengan keragaman budaya yang luar biasa, Indonesia siap mewarnai dunia perfilman global, mengangkat kekayaan budaya bangsa melalui kolaborasi dengan seluruh pihak baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Fadli.
Fadli juga memaparkan capaian membanggakan industri film Indonesia pada tahun 2024. Lebih dari 200 film berhasil diproduksi, dengan jumlah penonton bioskop mencapai 122,7 juta, di mana film lokal menyumbang 81 juta penonton atau sekitar 67 persen dari total penonton nasional. Ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya film Indonesia mengungguli film impor dari segi jumlah penonton.
Selain itu, selama dua tahun terakhir, 36 film Indonesia telah lolos seleksi dan diputar di berbagai festival film internasional bergengsi, menandai semakin kuatnya posisi film Indonesia di panggung dunia.
Di Festival Film Cannes tahun ini, sejumlah karya sineas Tanah Air yang tampil antara lain “Pangku”, “Renoir”, “Ikatan Darah”, “Timur”, “Sleep No More”, dan “Jumbo”. Fadli juga memberikan apresiasi kepada para pelaku film yang hadir langsung di Cannes seperti Christine Hakim, Reza Rahardian, Iko Uwais, dan Ario Bayu.
Sementara itu, Robby Ertanto dan Chelsea Islan turut memperkenalkan proyek terbaru mereka berjudul “Rose Pandanwangi” kepada calon investor internasional. Adapun produser Yulia Evina Bhara menampilkan film kolaboratif berjudul “Renoir”, sekaligus menjadi wakil Indonesia sebagai salah satu juri dalam ajang tersebut.
Kehadiran lembaga dan jaringan perfilman seperti Jakarta Film Week dan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF)—yang didirikan oleh Garin Nugroho—juga menunjukkan kuatnya eksistensi Indonesia dalam peta industri film Asia dan dunia.
Dalam penutupnya, Fadli mengajak komunitas film internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai lokasi produksi film.
“Saya mengundang seluruh pihak yang hadir di ‘Indonesian Cinema Night’ malam ini untuk melakukan produksi film di Indonesia, sebuah negeri dengan berbagai keragaman, tempat budaya dan warisan bertemu dengan inovasi dan kreativitas,” kata Fadli.
Sebagai suguhan budaya, tim Uwais Pictures turut menampilkan pertunjukan pencak silat di hadapan para tamu undangan. Seni bela diri tradisional Indonesia ini telah diakui dunia dengan dicatat sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh UNESCO.
Ajang “Indonesian Cinema Night” di Cannes menjadi momentum strategis untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan potensi besar dalam industri film dan budaya global.


