Jakarta, tiradar.id – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu, mengingatkan masyarakat bahwa tanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anak bukanlah sepenuhnya tugas ibu saja, melainkan perlu dibagikan secara adil antara ibu dan ayah.
Dalam sebuah acara di Jakarta pada hari Selasa, Pribudiarta mewakili Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, dalam pidatonya menyatakan bahwa baik ibu yang bekerja maupun yang fokus pada urusan rumah tangga memiliki tanggung jawab bersama dalam memberikan pendidikan berkualitas bagi anak, menjaga kesejahteraan mental selama masa pengasuhan, serta menjamin kesehatan dan perlindungan anak.
Pribudiarta kemudian membahas tentang pentingnya kebahagiaan ibu, karena memiliki kesehatan yang baik memungkinkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan memengaruhi kebahagiaan serta kesehatan anak, serta memberikan pola asuhan yang penuh dengan kasih sayang.
“Dalam kasus ibu yang mengalami kekerasan, stres, depresi, atau kurang mendapatkan dukungan dari keluarga, ini akan berdampak sangat negatif pada kesehatan mental ibu dan pada anak yang diasuhnya,” ujar Pribudiarta.
Terhubung dengan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak, Pribudiarta menyatakan bahwa ini adalah kewajiban dasar yang harus dipenuhi guna menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dia menjelaskan bahwa ada empat hak dasar anak, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan, serta hak untuk berpartisipasi.
“Untuk menciptakan generasi anak Indonesia yang sehat dan berkualitas, pemenuhan hak-hak anak harus diupayakan. Dalam konteks sumber daya manusia yang unggul, isu seputar kesehatan dan perlindungan anak memiliki peranan penting,” jelasnya.
Pribudiarta kemudian menjelaskan beberapa isu terkait kesehatan anak yang dapat menjadi masalah ketika anak tumbuh dewasa, seperti masalah rokok dan narkoba, masalah malnutrisi atau kekurangan gizi, kesehatan mental, penyakit menular dan tidak menular, serta kekerasan terhadap anak.
Khusus mengenai isu rokok, dalam kesempatan tersebut, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., mengungkapkan bahwa prevalensi merokok pada anak saat ini mengalami peningkatan di Indonesia. Selain itu, lebih dari 60 persen anak yang mencoba berhenti merokok ternyata mengalami kambuh.
“Tingginya kasus stunting terutama pada keluarga miskin disebabkan oleh alokasi dana yang seharusnya untuk pangan tapi digunakan untuk membeli rokok. Selain itu, faktor teman sebaya dan harga rokok juga memiliki pengaruh besar terhadap konsumsi rokok oleh anak-anak,” ungkapnya.(*)
Sumber: ANTARANews.com