Jakarta, tiradar.id – Penggunaan gawai pada anak usia dini semakin marak seiring berkembangnya teknologi. Namun, di balik kemudahan akses informasi dan hiburan, tersimpan risiko yang perlu diwaspadai oleh para orang tua. Dokter spesialis anak subspesialis neurologi, dr. Amanda Soebadi, Sp.A, Subsp.Neuro.(K), M.Med, mengungkapkan bahwa anak usia 1-3 tahun yang terlalu sering terpapar gawai dapat menunjukkan pola perilaku mirip autisme, yang dikenal dengan istilah autisme virtual.
Dalam sebuah webinar yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa lalu, dr. Amanda menjelaskan bahwa autisme virtual merupakan istilah yang telah dikenal dalam literatur medis. Kondisi ini ditandai dengan kesulitan dalam komunikasi sosial, perilaku repetitif, dan ekspresi yang tidak lazim, serupa dengan gejala gangguan spektrum autisme (GSA). Namun, penting untuk diketahui bahwa autisme virtual bukanlah autisme yang sesungguhnya.
Perbedaan utama antara autisme virtual dan autisme terletak pada penyebab dan sifat gejalanya. Gejala autisme virtual muncul sebagai dampak dari kurangnya stimulasi komunikasi dan sosial yang tepat akibat penggunaan gawai yang berlebihan. Gejala-gejala ini, seperti tidak merespons saat dipanggil, minim kontak mata, dan ekspresi wajah yang tidak sesuai, dapat membaik dengan cepat ketika paparan gawai dikurangi.
Sebaliknya, anak yang memang memiliki autisme akan tetap menunjukkan sifat autistik meskipun penggunaan gawai dibatasi. Menurut Amanda, anak dengan autisme memiliki kecenderungan terhadap aktivitas yang bersifat repetitif, dan permainan gawai kerap memuaskan kecenderungan tersebut. Oleh karena itu, meskipun terdapat perbaikan kecil setelah pembatasan gawai, karakteristik autistik akan tetap ada.
Selain faktor lingkungan seperti penggunaan gawai, Amanda juga menegaskan bahwa autisme dipengaruhi oleh faktor genetik. Risiko seseorang untuk mengalami gangguan spektrum autisme meningkat hingga sembilan kali lipat jika memiliki saudara kandung dengan kondisi serupa.
Dengan temuan ini, para orang tua diharapkan lebih bijak dalam memberikan akses gawai kepada anak-anak, terutama pada usia emas pertumbuhan mereka. Interaksi langsung, stimulasi sosial yang nyata, dan komunikasi aktif tetap menjadi fondasi penting dalam perkembangan anak yang sehat dan optimal.
Sumber: ANTARA