Jakarta, tiradar.id – Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., menegaskan bahwa hukuman fisik tidak selalu menjadi metode yang tepat untuk mengubah perilaku anak. Hal ini disampaikan oleh psikolog yang akrab disapa Romi dalam wawancaranya dengan ANTARA, Jumat (tanggal tidak disebutkan).
Menurut Romi, banyak orang tua yang mengandalkan hukuman fisik seperti memukul untuk mendisiplinkan anak, namun sering kali cara ini tidak memberikan hasil yang diharapkan. “Jika hukuman fisik tidak membuat anak jera atau mengubah perilakunya, maka pendekatan lain mungkin diperlukan,” ungkap Romi.
Romi menjelaskan, perilaku anak yang melanggar aturan bisa disebabkan oleh berbagai alasan. Beberapa anak mungkin tidak memahami aturan yang berlaku, ingin mencari perhatian, atau bahkan terpaksa melanggar karena keadaan tertentu. Dalam hal ini, memukul tidak bisa menjadi solusi utama dalam mendisiplinkan mereka.
Pendekatan Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
Dalam proses perubahan perilaku, anak perlu memahami konsekuensi dari tindakannya dan manfaat dari menaati aturan. Romi menyarankan pendekatan yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, atau dikenal dengan istilah shaping (pembentukan perilaku).
“Memberikan informasi dan pemahaman secara bertahap melalui proses kognitif, afektif, dan psikomotor akan membantu anak memahami bahwa aturan yang ada dibuat untuk kebaikan dirinya,” ujar Romi.
Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak juga penting dalam membentuk perilaku. Orang tua perlu memberikan penjelasan mengenai dampak emosional dari tindakannya serta menunjukkan konsekuensi nyata dari setiap pelanggaran.
Hukuman sebagai Pilihan Terakhir
Romi menekankan bahwa hukuman tidak selalu harus menjadi pilihan ketika anak melakukan kesalahan.
“Jika masih bisa diajak bicara dan diberi informasi tentang alasannya melakukan pelanggaran, maka lebih baik gunakan pendekatan itu,” jelasnya. Ia juga menyarankan agar orang tua memberikan nasihat dengan nada suara yang tidak terlalu tinggi agar anak tidak merasa takut.
Anak yang sering dihukum, terutama dengan cara fisik atau verbal, berisiko mengalami berbagai dampak psikologis. Mereka bisa menjadi pemberang, kasar, atau bahkan kehilangan rasa percaya diri.
Oleh karena itu, Romi menegaskan bahwa hukuman fisik maupun verbal sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan efek jangka panjang yang merugikan anak.
Sebagai solusi, Romi menyarankan agar hukuman fisik hanya digunakan sebagai langkah terakhir setelah semua metode komunikasi dan pendidikan tidak efektif. Orang tua sebaiknya fokus pada membimbing anak dengan cara yang lebih konstruktif dan penuh kasih.