Kisah Perjuangan Penjual Bendera, Dari Garut Hingga Pangkalpinang

Pedagang bendera dari Garut, Jawa Barat, menjajakan dagangannya di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung ANTARA/Chandrika Purnama Dewi

Jakarta, tiradar.id – Setiap tahun, bulan Agustus memiliki makna istimewa bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap tanggal 17 dalam bulan tersebut menjadi perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang selalu dihormati dan dirayakan dengan sukacita oleh semua warga Indonesia sebagai bentuk penghargaan terhadap negara dan sebagai penghormatan kepada perjuangan para pahlawan.

Dalam menyambut peringatan kemerdekaan ini, masyarakat Indonesia dari ujung Sabang hingga Merauke merayakannya dengan berbagai aktivitas, seperti upacara pengibaran bendera, perlombaan tradisional seperti panjat pinang, festival, pawai, dan meletakkan bunga di makam para pahlawan.

Selain itu, sebagai ungkapan kebanggaan terhadap simbol negara yang telah diperjuangkan untuk Kemerdekaan Indonesia, setiap rumah dan kantor dihiasi dengan dekorasi khas perayaan kemerdekaan, terutama bendera Merah Putih.

Petunjuk untuk mengibarkan bendera Merah Putih mulai tanggal 1 hingga 31 Agustus berdasarkan surat edaran Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor: B-523/M/S/TU.00.04/06/2023 berkaitan dengan Tema, Logo, dan Partisipasi dalam Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI Ke-78.

Mengibarkan bendera Merah Putih menjadi kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk mengekspresikan cinta mereka kepada Tanah Air dan rasa syukur. “Selain itu, momen ini dapat memperkuat persatuan dan kesatuan serta menjadi teladan bagi generasi muda,” ujar Plt. Kesbangpol Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Umi Kalsum.

Sehingga, adalah hal biasa bagi warga Indonesia melihat bendera Merah Putih berkibar di sekitar tempat tinggal mereka sebagai tanda bahwa Hari Kemerdekaan Indonesia akan segera tiba.

Baca Juga:  Kecelakaan Dump Truk di Jalan Ahmad Yani Subang, Dua Orang Tewas

Yang menarik adalah setiap menjelang Hari Kemerdekaan, para penjual bendera musiman mulai bermunculan. Mereka menjual berbagai jenis dan ukuran bendera serta umbul-umbul di tepi jalan. Namun, tidak disangka bahwa para penjual bendera musiman ini berasal dari satu daerah yang sama, yaitu Garut, di Provinsi Jawa Barat.

Garut, yang terkenal dengan makanan bakso aci dan dodolnya, ternyata juga memiliki sebuah desa yang menjadi pusat perajin umbul-umbul dan bendera, yaitu Desa Pengrajin Bendera Merah Putih, Desa Leles.

Desa Leles dianggap sebagai tempat asal para perajin bendera, dan hingga kini mayoritas penduduk desa tersebut bekerja sebagai perajin bendera. Ketenarannya begitu besar sehingga di desa tersebut didirikan Monumen Perajin Bendera Merah Putih yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada tahun 2022.

Secara umum, inilah alasannya mengapa setiap tahun menjelang Hari Kemerdekaan, para penjual bendera musiman dari Desa Leles tidak pernah absen untuk menjual produk mereka di berbagai kota di Indonesia.

Salah satu di antara penjual bendera musiman asal Garut adalah Aceng (30 tahun). Dia pergi jauh dari Garut ke Kota Pangkalpinang untuk menjual bendera di Jalan Jenderal Sudirman. Ia bersama rekan-rekannya datang dari Garut untuk menjual berbagai dekorasi perayaan kemerdekaan di sepanjang jalan utama Pangkalpinang.

Aceng tiba di Pangkalpinang bersama kelompoknya pada tanggal 15 Juli 2023, dan mulai menjual bendera pada 18 Juli 2023. Waktu tersebut digunakan untuk menunggu barang sampai di Kampung Keramat dan mencari tempat menginap di Pangkalpinang.

Baca Juga:  Pria Diduga Lompat dari Lantai 11 Mall PVJ Bandung, Polisi Masih Selidiki Motif

Setelah barang tiba, mereka menyebar di beberapa tempat untuk menjual bendera di berbagai wilayah Babel, termasuk Kota Pangkalpinang, Koba, dan Mentok.

“Kami ada 6 orang di sini, 17 orang di sana (Kampung Keramat), 2 orang di Koba, dan 2 orang di Mentok,” kata Aceng.

Bendera-bendera ini bukanlah hasil produksi mereka sendiri, melainkan milik bos di Garut. Sebagai pekerja, mereka diutus untuk pergi ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sumatera, Kalimantan, dan Papua, untuk menjual bendera-bendera tersebut.

Harga bendera yang dijual bervariasi, mulai dari Rp5.000 hingga Rp100.000. Menurut Aceng, jenis bendera yang paling diminati oleh masyarakat adalah umbul-umbul dan bendera rumahan.

Sambil merapikan bendera di bawah teriknya matahari Pangkalpinang, Aceng menceritakan perjalanannya dari Garut hingga ke Pangkalpinang, mencari penghidupan dari menjual bendera Merah Putih.

Perjalanan dimulai dengan perjalanan darat dari Garut ke Bandung menggunakan transportasi umum. Setibanya di Bandung, mereka naik travel yang mengantarkan mereka ke Pulau Sumatera, menuju Pelabuhan Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan. Setelah sampai di Tanjung Api-Api, mereka melanjutkan perjalanan laut ke Pulau Bangka, khususnya di Pelabuhan Tanjung Kalian.

Dari sana, mereka melanjutkan perjalanan darat sekitar 3 jam dengan bus menuju kota Pangkalpinang. Setibanya di “Kota Beribu Senyum”, Aceng dan rombongan diturunkan di daerah Kampung Keramat, yang merupakan pusat penjualan bendera musiman di Kota Pangkalpinang.

Baca Juga:  Menperin Ingatkan Pasar Indonesia Akan Jadi Incaran Produk Halal dari Negara Luar

Di Kampung Keramat, mereka menunggu selama 2-3 hari hingga paket tiba. Setelah itu, mereka akan menjual bendera-bendera tersebut di tempat-tempat yang telah ditentukan.

Setelah berjualan bendera, Aceng dan rekan-rekannya akan kembali kepada pekerjaan sehari-hari mereka, seperti sebagai tukang bangunan atau bekerja di tempat produksi bendera.

Pada akhirnya, bendera Merah Putih tidak hanya sekadar menjadi simbol negara yang dinaikkan dengan bangga, tetapi juga memiliki nilai lebih yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti yang dialami oleh penjual bendera musiman dari Garut.

Makna dari selembar kain dua warna yang melambangkan keberanian dan kesucian ini sepertinya tidak akan pudar oleh waktu, bahkan tetap memberikan rejeki kepada banyak orang. Ini berlaku hingga saat ini dan masa depan.(*)

Berita ini sudah dimuat di ANTARANews.com dengan judul Kisah penjaja bendera asal Garut seberangi laut hingga Pangkalpinang