Jakarta,tiradar.id – Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto, mengungkapkan bahwa lima aparatur Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dijatuhi sanksi disiplin berat terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
“Memang betul kami telah menurunkan tim dari Badan Pengawasan (Bawas) ke PN Surabaya, dan ada lima orang yang telah dijatuhi hukuman disiplin berat,” ujar Sunarto dalam Refleksi Akhir Tahun MA di Jakarta, Jumat (27/12).
Meski demikian, Sunarto tidak membeberkan identitas lima aparatur yang dijatuhi sanksi tersebut. “Saya sendiri enggak hapal,” katanya singkat.
Terkait dugaan suap dalam vonis bebas Ronald Tannur, Sunarto menegaskan bahwa MA tetap memegang asas praduga tak bersalah. Oleh karena itu, pihaknya enggan berkomentar lebih lanjut mengenai kasus yang masih didalami oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“MA akan berpendapat setelah ada bukti yang diajukan di persidangan. Tim Bawas sudah turun dan prosesnya sudah selesai, seminggu lalu saya sudah menandatangani hukuman disiplin,” jelas Sunarto.
Kasus Suap Vonis Bebas
Kasus dugaan suap dalam vonis bebas Ronald Tannur melibatkan beberapa pihak, termasuk majelis hakim PN Surabaya yang memutus perkara, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Desember, ketiganya didakwa menerima suap sebesar Rp4,67 miliar. Mereka juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai, baik dalam rupiah maupun berbagai mata uang asing seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.
Kejagung juga mengungkapkan adanya sosok “R”, pejabat PN Surabaya yang diduga menjadi perantara dalam kasus ini. Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa MA telah membentuk tim khusus untuk mengusut peran “R”.
Selain itu, mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar, turut terseret dalam kasus ini. Zarof ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pemufakatan jahat suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Sunarto mengakui bahwa upaya memutus mata rantai korupsi di lingkungan peradilan bukanlah hal mudah. Namun, MA terus melakukan pemeriksaan dan pengumpulan informasi.
“Begitu ada informasi di media yang menyebut nama aparatur di lingkungan MA atau badan peradilan, kami langsung membentuk tim pemeriksa dan mendengar keterangan dari berbagai pihak, termasuk yang kini berada di Kejaksaan Agung,” tutup Sunarto.