Ragam  

Pentingnya Deteksi Dini untuk Menghindari Keterlambatan Penanganan DBD

Jakarta, tiradar.id – Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD-KEMD, Ph.D, mengingatkan masyarakat akan pentingnya mengenali gejala demam berdarah dengue (DBD) untuk mencegah keterlambatan penanganan.

Menurutnya, banyak kasus demam yang awalnya dianggap biasa ternyata merupakan kasus DBD, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat berujung fatal.

“Dalam banyak kasus, demam yang dianggap biasa ternyata merupakan kasus demam berdarah,” ujar Dante dalam video sambutannya pada acara “Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue/DBD” di Jakarta, Rabu sperti dikuti dari laman ANTARA.

Salah satu alasan kematian akibat DBD adalah keterlambatan membawa pasien ke rumah sakit. Dante merujuk pada data Kementerian Kesehatan, yang mencatat angka kasus DBD mencapai 98.071 pada tahun 2023, dengan 764 kematian, sedangkan pada tahun 2022 terdapat 143.176 kasus dengan 1.236 kematian.

Baca Juga:  Remaja Rentan Terkena Adiksi Karena Perkembangan Otaknya Belum Matang

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pengendalian DBD sejak beberapa dekade lalu, seperti larvasida sejak tahun 1980-an, fogging (pengasapan) sejak tahun 1990-an, dan program Jumantik pada tahun 2000-an.

Meski demikian, Dante berharap agar upaya-upaya lebih canggih dan efektif dapat terus dikembangkan untuk mengatasi DBD di masa depan.

Prof. Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD-KPTI, Ph.D, dari Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, menambahkan bahwa demam pada DBD dapat terjadi beberapa hari sebelum membaik, sehingga seringkali dianggap sembuh oleh pasien. Keadaan ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam penanganan dan berkontribusi pada kasus yang lebih parah.

Baca Juga:  Tips Menjaga Pola Makan Sehat Selama Ramadhan 2024

“Gejala yang perlu dicurigai antara lain demam mendadak, sakit kepala luar biasa, dan pembesaran hati setelah demam,” kata Erni.

Anak-anak dianggap rentan terkena DBD, dengan angka kematian lebih tinggi pada kelompok usia 5-16 tahun. Pada orang dewasa, kasus DBD dapat menjadi lebih berat jika ada penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes.

Melalui pemahaman lebih mendalam terhadap gejala dan deteksi dini, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam mengatasi ancaman DBD dan mengurangi angka kematian yang disebabkannya.

Baca Juga:  Kemenag Tingkatkan Kapasitas 22.000 Imam Masjid di 2024

Kesadaran akan pentingnya penanganan segera dan kerjasama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat dapat menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan serius ini.

Sumber: ANTARA