Jakarta, tiradar.id – Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), dan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, kompak menyuarakan pentingnya perlindungan anak dari dampak negatif penggunaan teknologi digital yang tidak bijak. Keduanya menekankan perlunya regulasi dan kesadaran kolektif dalam mengatur akses anak terhadap gawai dan media sosial.
Dalam acara peluncuran program “Jabar Nyaah Ka Indung” di Pendopo Cianjur pada 11 April 2025, KDM menegaskan larangan bagi siswa sekolah dasar (SD) untuk membawa handphone dan sepeda motor ke sekolah. Menurutnya, penggunaan handphone oleh anak-anak hanya relevan saat masa pandemi COVID-19, ketika pembelajaran dilakukan secara daring.
“Awas yah guru se-Kabupaten Cianjur, anak SD tidak boleh bawa HP. Pakai HP itu saat dulu jaman Covid-19, karena tidak ada tatap muka maka pembelajaran menggunakan HP,” tegasnya.
Tak hanya itu, KDM juga melarang siswa SD membawa sepeda motor karena risiko keselamatan dan potensi beban finansial keluarga. “HP ngutang, motor ngutang, bank emok ngutang,” sindir KDM, menyoroti fenomena kredit konsumtif yang justru membebani ekonomi keluarga.
Sejalan dengan kebijakan KDM, Menkomdigi Meutya Hafid menyerukan penundaan pemberian akses media sosial kepada anak-anak, khususnya yang masih di bawah umur. Dalam diskusi publik bertema “Like, Share, Protect Anak Kita di Dunia Digital” di Jakarta pada 21 April 2025, Meutya menekankan perlunya literasi digital sebelum anak-anak berselancar di dunia maya.
Ajakan ini juga sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas). PP tersebut secara resmi mulai berlaku sejak 28 Maret 2025 dan menitikberatkan pada pembatasan akses digital berdasarkan usia dan kesiapan mental anak.
“Sebagai orang dewasa saja, kita perlu mempersiapkan mental saat berinteraksi dengan orang tak dikenal di medsos, apalagi anak-anak yang jauh lebih rentan terhadap pelecehan atau paparan konten yang merendahkan,” jelas Meutya.
Meutya juga menyebutkan bahwa kebijakan ini disusun berdasarkan masukan dari para psikolog dan hasil riset yang menunjukkan dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental anak jika tidak diimbangi dengan bimbingan dan pengawasan yang tepat.
Salah satu peserta diskusi, Sumayati—seorang guru sekaligus orang tua—menyambut baik kebijakan ini. Ia berharap agar pemerintah, khususnya Kemkomdigi, bisa bekerja sama lebih erat dengan Kementerian Pendidikan dalam memperkuat literasi digital di sekolah-sekolah. “Guru-guru masih perlu banyak pelatihan,” ujar Sumayati.
Sinergi antara pemerintah daerah seperti yang dilakukan oleh KDM, dan pemerintah pusat melalui Menkomdigi, menjadi langkah strategis dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak dan aman dalam menghadapi tantangan dunia digital. Dengan kolaborasi semua pihak—orang tua, guru, dan pemerintah—diharapkan anak-anak Indonesia dapat tumbuh dalam lingkungan yang sehat, aman, dan mendukung perkembangan mereka secara optimal.


