Pemerintah Percepat Migrasi kartu SIM ke e-SIM demi Keamanan Data dan Pencegahan Kejahatan Digital

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid di Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024). (ANTARA/Livia Kristianti) (ANTARA/Livia Kristianti)

Jakarta, tiradar.id – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mendorong percepatan migrasi ke teknologi e-SIM sebagai bagian dari upaya menghadapi revolusi digital global. Meskipun belum bersifat wajib, masyarakat yang memiliki perangkat mendukung e-SIM sangat dianjurkan untuk segera beralih guna meningkatkan keamanan data pribadi.

“Untuk saat ini, migrasi belum bersifat wajib. Namun, kami sangat menganjurkan masyarakat dengan perangkat yang sudah mendukung e-SIM untuk segera beralih. Ini demi keamanan data pribadi dan perlindungan terhadap penyalahgunaan identitas,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam keterangan resminya, Senin (14/4/2025).

Meutya menjelaskan bahwa e-SIM adalah solusi masa depan dalam sistem komunikasi digital. Teknologi ini menawarkan integrasi sistem dan pendaftaran biometrik yang diyakini mampu memberikan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data, serta menanggulangi maraknya kejahatan digital seperti spam, phishing, dan judi online.

Lebih dari sekadar meningkatkan keamanan, e-SIM juga berperan penting dalam memperkuat ekosistem Internet of Things (IoT) serta mendukung efisiensi operasional industri telekomunikasi.

Dalam kesempatan yang sama, Meutya menyoroti pentingnya pembatasan jumlah nomor seluler untuk mencegah penyalahgunaan data identitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021, setiap NIK hanya boleh digunakan untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator.

Ke depan, Komdigi akan mengeluarkan regulasi baru guna memperketat pengawasan terhadap pembatasan ini serta memperkuat proses verifikasi identitas dalam registrasi nomor seluler. Hal ini menyusul ditemukannya kasus penyalahgunaan NIK yang digunakan untuk mendaftarkan lebih dari 100 nomor.

“Ada kasus di mana satu NIK digunakan lebih dari 100 nomor. Ini sangat rawan untuk kejahatan digital dan membuat pemilik NIK yang sebenarnya harus menanggung akibat dari sesuatu yang tidak ia lakukan,” tegas Meutya.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam menciptakan ruang digital yang aman, terpercaya, dan terlindungi bagi seluruh masyarakat Indonesia.