Jakarta, tiradar.id – Wakil Menteri Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Wamenekraf/Wakabekraf), Irene Umar, menekankan pentingnya penguasaan bahasa asing di tengah perkembangan dunia digital yang masih menjadi tantangan bagi banyak masyarakat Indonesia. Menurutnya, kemampuan berbahasa asing dapat membantu Indonesia tidak hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai kreator di industri digital global.
“Kita harus belajar berbahasa agar dapat memajukan Indonesia. Kita harus relevan dengan dunia luar agar Indonesia tidak hanya dipandang sebagai pasar, melainkan mampu menjadi kreator,” ujar Irene dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (21/2).
Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Dicoding Connect 2025 yang diselenggarakan oleh Dicoding Indonesia. Acara ini bertujuan untuk mempertemukan para developer, mentor, dan pelaku industri teknologi dalam satu forum interaktif. Melalui forum ini, peserta dapat berdiskusi, berbagi pengalaman, serta membangun jaringan profesional di bidang teknologi.
Program “Emak-Emak Matic” Dorong Digitalisasi Masyarakat
Lebih lanjut, Irene mengungkapkan bahwa Kemenekraf memiliki berbagai program untuk mendorong pertumbuhan dunia digital di Indonesia. Salah satunya adalah program “Emak-Emak Matic” (Emak-Emak Melek Teknologi), yang bertujuan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama ibu rumah tangga dan mereka yang tidak memiliki akses ke pendidikan tinggi.
Sejak diluncurkan tahun lalu, program ini telah berjalan di enam kota dan ditargetkan dapat menjangkau hingga 40 kota pada tahun 2025. “Program ini bertujuan menjangkau masyarakat yang tidak mampu melanjutkan ke universitas, serta memberdayakan ibu-ibu di rumah. Dengan kekuatan emak-emak, program ini akan terus dikembangkan dan menjangkau lebih banyak kota di tahun 2025,” jelas Irene.
Industri Gim dan Tantangan Digital Indonesia
Selain itu, Irene juga menyoroti kesuksesan acara ‘Global Game Jam’ yang berlangsung pada Januari lalu. Dalam waktu 48 jam, para developer berhasil menciptakan prototipe gim yang diaktivasi di 12 kota di Indonesia. Hasil dari prototipe ini nantinya akan dikembangkan lebih lanjut dan diadaptasi di ruang-ruang publik sebagai permainan di setiap pojok gim.
Di sisi lain, CEO Dicoding, Narenda Wicaksono, mengungkapkan dua tantangan utama yang dihadapi industri digital Indonesia. Tantangan pertama adalah luasnya wilayah Indonesia yang menyebabkan kebutuhan akan talenta digital tersebar di berbagai daerah. Kedua, kontribusi kecerdasan buatan (AI) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih jauh di bawah negara maju.
“Dua tantangan utama yang kami angkat adalah luasnya wilayah Indonesia yang memerlukan talenta digital di berbagai daerah, serta kontribusi AI terhadap PDB yang masih rendah dibandingkan negara maju. Kita harus berupaya meningkatkan hal ini agar Indonesia dapat bersaing di tingkat global,” ujar Narenda.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, kontribusi sektor teknologi informasi (IT) terhadap PDB Indonesia saat ini berada di angka 4,34 persen. Sebagai perbandingan, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, angka tersebut berkisar antara 8-10 persen.
Narenda menegaskan bahwa perlu ada peningkatan digitalisasi, baik dalam jumlah maupun kualitas talenta digital. “Dicoding akan terus berkolaborasi dengan berbagai kementerian, termasuk Kemenekraf, untuk mempercepat pertumbuhan industri digital di Indonesia,” tutupnya.