Hakim Nonaktif Heru Hanindyo Bantah Terima Suap dalam Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur

Tiga hakim nonaktif PN Surabaya yang memberikan "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/4/2025). ANTARA/Agatha Olivia Victoria

Jakarta, tiradar.id – Heru Hanindyo, salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat dalam pemberian vonis bebas terhadap terpidana pembunuhan Ronald Tannur, membantah keras tuduhan menerima suap dan gratifikasi. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, Heru meminta majelis hakim membebaskannya dari seluruh dakwaan.

Dalam nota pembelaannya atau pleidoi, Heru menyatakan tidak pernah menerima uang sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

“Justru saya sudah mengingatkan Lisa untuk tidak memberikan apa pun kepada kami. Ini perkara nyawa, dan kami ingin memutus berdasarkan fakta persidangan,” tegas Heru.

Baca Juga:  Kuasa Hukum Peserta MUID yang Alami Pelecehan Temui Menteri PPPA

Lebih lanjut, Heru mengaku kecewa karena merasa namanya telah dijual oleh hakim lain yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini, yakni Erintuah Damanik. Ia menyebut Erintuah mencatut namanya dalam urusan penunjukan hakim ketua untuk perkara Ronald Tannur, yang diklaim berdasarkan usulan dirinya bersama Mangapul, hakim nonaktif lainnya. “Sejatinya hal tersebut tidak pernah terjadi,” ujarnya.

Diketahui, Heru Hanindyo dituntut hukuman penjara selama 12 tahun oleh jaksa. Sementara dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, masing-masing dituntut sembilan tahun penjara. Selain pidana badan, ketiganya juga dituntut denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Baca Juga:  Pj. Bupati Subang Kumpulkan Wali Murid di SD Blanakan, Tegaskan Komitmen Anti-Perundungan

Ketiga hakim tersebut diduga menerima suap senilai total Rp4,67 miliar, yang terdiri dari Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, serta gratifikasi dalam berbagai mata uang asing seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.

Jaksa menyatakan bahwa para terdakwa telah melanggar Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Proses hukum terhadap ketiga hakim ini mencerminkan upaya penegakan integritas di tubuh lembaga peradilan, di tengah sorotan publik atas putusan kontroversial dalam kasus pembunuhan yang menarik perhatian nasional. Heru berharap pleidoinya menjadi pertimbangan dalam menjernihkan tuduhan yang menurutnya tidak berdasar.