Jakarta, tiradar.id – Polusi udara telah menjadi salah satu masalah lingkungan paling serius dan merugikan di dunia saat ini. Dalam sebuah laporan tahunan yang dirilis oleh Air Quality Life Index (AQLI), para peneliti dari Institut Kebijakan Energi di Universitas Chicago (EPIC) mengungkapkan bahwa polusi udara memiliki dampak yang lebih berbahaya bagi kesehatan manusia daripada bahaya rokok atau alkohol. Penelitian ini menyoroti kenyataan mengerikan bahwa tingkat polusi udara semakin buruk, terutama di wilayah Asia Selatan.
Polusi udara terutama disebabkan oleh partikel-partikel halus yang berasal dari berbagai sumber, seperti emisi kendaraan bermotor, industri, kebakaran hutan, dan lain-lain.
Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai particulate matter (PM) 2.5, sangat berbahaya karena dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan manusia dan mencapai paru-paru. Dampaknya sangat merugikan kesehatan, terkait dengan berbagai penyakit serius seperti penyakit paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan bahkan kanker.
Jika dunia tidak segera mengambil tindakan untuk mengurangi polusi udara dan memenuhi batas pedoman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dampaknya akan semakin buruk. Menurut data yang diberikan oleh laporan AQLI, pengurangan polusi udara untuk memenuhi pedoman WHO dapat meningkatkan harapan hidup rata-rata manusia sekitar 2,3 tahun.
Dalam perbandingan yang mengejutkan, bahaya tembakau mengurangi harapan hidup global hanya sekitar 2,2 tahun, sedangkan malnutrisi pada anak dan ibu menyebabkan penurunan harapan hidup sekitar 1,6 tahun.
Salah satu wilayah yang paling terpukul oleh dampak polusi udara adalah Asia Selatan. Negara-negara seperti Bangladesh, India, Nepal, dan Pakistan memiliki tingkat polusi udara yang sangat tinggi, terutama dalam bentuk partikel halus PM 2.5.
Penduduk di Bangladesh harus menghadapi tingkat polusi udara rata-rata sekitar 74 mikrogram per meter kubik, sementara kota Delhi di India dianggap sebagai salah satu kota paling tercemar di dunia dengan tingkat polusi partikulat tahunan sebesar 126,5 mikrogram per meter kubik.
Namun, tidak semua berita buruk. China telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam mengatasi masalah polusi udara sejak dimulainya upaya perang melawan polusi pada tahun 2014. Menurut Direktur EPIC, Christa Hasenkopf, polusi udara di China berhasil turun sekitar 42,3 persen antara tahun 2013 dan 2021. Jika perbaikan ini terus berlanjut, harapan hidup rata-rata warga China bisa meningkat sekitar 2,2 tahun.
Di Amerika Serikat, upaya regulasi seperti Clean Air Act telah berhasil mengurangi polusi udara sekitar 64,9 persen sejak tahun 1970. Hal ini berdampak positif terhadap harapan hidup warga Amerika, meningkatkannya sekitar 1,4 tahun.
Namun, tantangan baru muncul dalam bentuk meningkatnya ancaman kebakaran hutan, yang disebabkan oleh perubahan iklim. Kondisi yang lebih panas dan kering telah menyebabkan lonjakan polusi udara di berbagai wilayah, mulai dari Amerika Serikat bagian barat hingga Amerika Latin dan Asia Tenggara.
Kisah perbaikan polusi udara di Amerika Utara mencerminkan situasi di Eropa, tetapi masih terdapat perbedaan mencolok antara Eropa barat dan timur. Bosnia, sebagai contoh, menjadi negara paling berpolusi di benua Eropa.
Ini menunjukkan perlunya kerjasama global untuk mengatasi masalah polusi udara yang melibatkan berbagai faktor, termasuk regulasi ketat terhadap industri dan transportasi serta perubahan dalam pola konsumsi energi.
Dalam menghadapi krisis polusi udara, tindakan kolektif dan kesadaran akan dampak kesehatan yang serius sangatlah penting. Setiap individu, komunitas, dan negara memiliki peran dalam mengurangi polusi udara dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat untuk generasi mendatang.