Jakarta, tiradar.id – Pentingnya pemeriksaan kesehatan pada bayi baru lahir tak dapat diabaikan. Hal ini dikemukakan oleh dr. Setya Dewi Lusyati, seorang pakar neonatologi yang merupakan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dalam pandangannya, pemeriksaan kesehatan pada bayi yang dilakukan sejak awal kehidupannya memiliki peran penting dalam mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin ada dan memastikan kondisinya tetap prima.
Dr. Setya Dewi Lusyati menekankan pentingnya mendeteksi gangguan sedari dini. Ia mengatakan, “Agar apabila diketahui adanya gangguan sedari dini penanganan yang tepat dapat dilakukan sebelum masalah tersebut menimbulkan efek negatif.”
Pemeriksaan pertama yang dilakukan pada bayi baru lahir adalah pemeriksaan fisik. Ini meliputi pengukuran jenis kelamin, berat badan, dan panjang badan bayi. Selain itu, pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan yang dapat terlihat secara kasat mata. Idealnya, pemeriksaan ini dilakukan di hadapan orangtua bayi.
Ketika bayi mencapai usia 48 jam, beberapa pemeriksaan tambahan perlu dilakukan. Salah satunya adalah pemeriksaan fungsi tiroid dengan mengambil sampel darah untuk mengukur Hormon Stimulasi Tiroid (TSH). Gangguan tiroid pada bayi dapat memengaruhi pertumbuhan fisik dan kemampuan mental secara perlahan. Oleh karena itu, jika ada kelainan yang terdeteksi dari pemeriksaan ini, pengobatan dapat dilakukan sebelum bayi berusia satu bulan.
Selain itu, pemeriksaan fungsi enzim Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) juga perlu dilakukan, terutama pada bayi yang memiliki risiko tinggi kekurangan enzim ini. Kekurangan enzim G6PD dapat menyebabkan sel darah merah pecah lebih cepat dari yang seharusnya, menyebabkan anemia dan kuning pada bayi.
Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah untuk mendeteksi kelainan jantung bawaan biru. Ini dapat dilakukan dengan memeriksa saturasi oksigen pada jari atau tangan kanan bayi. Jika hasilnya menunjukkan saturasi oksigen di bawah 90 persen, diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa echocardiography (USG jantung) untuk memastikan ada atau tidaknya kelainan pada jantung bayi.
Dr. Setya Dewi Lusyati juga mengingatkan bahwa bayi yang memiliki riwayat kelainan bawaan dari orangtua perlu menjalani pemeriksaan tambahan. Biasanya, kelainan ini dapat terlihat pada pemeriksaan USG, meskipun ada kemungkinan beberapa kelainan tidak terlihat secara kasat mata. Jika diperlukan, pemeriksaan genetik atau kromosom juga dapat dilakukan dengan persetujuan orangtua.
Untuk bayi prematur, pemeriksaan tambahan yang berkala diperlukan, seperti rontgen untuk melihat kesehatan paru-paru, USG kepala untuk mendeteksi perdarahan otak, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) jika ditemukan kelainan pada otak berdasarkan hasil USG kepala.
Selain itu, pemeriksaan lain termasuk USG jantung, pengecekan fungsi mata untuk melihat suplai oksigen dan nutrisi, terutama pada bayi yang pernah membutuhkan bantuan oksigen. Pemeriksaan pendengaran juga dilakukan sebelum bayi keluar dari rumah sakit.
Tidak semua gangguan yang terdeteksi pada bayi baru lahir memerlukan tindakan segera. Beberapa kondisi seperti kelainan jantung bisa membaik dengan sendirinya seiring pertumbuhan bayi. Namun, tindakan medis akan diperlukan jika kondisi bayi memburuk atau mencapai berat tertentu.
Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan yang komprehensif dan tepat waktu pada bayi baru lahir, kita dapat memberikan perlindungan terbaik bagi mereka dan memastikan bahwa mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat. Kesadaran akan pentingnya pemeriksaan ini juga harus disosialisasikan kepada orangtua agar mereka dapat lebih memahami dan mendukung upaya menjaga kesehatan bayi sejak awal kehidupannya.