Jakarta, tiradar.id – Teknologi digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk di kalangan santri. Namun, dengan kemajuan teknologi ini juga datang tantangan baru, terutama dalam hal literasi digital dan etika bermedia sosial. Menyadari hal ini, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, telah mengajak para santri untuk menjadi agen perubahan dalam mempromosikan budaya digital yang sesuai dengan ajaran agama.
Dalam sebuah acara Literasi Digital Santri Milenial yang diselenggarakan di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Nezar Patria menegaskan bahwa santri memiliki pengetahuan agama yang lebih mendalam daripada kebanyakan orang. Karena itu, mereka memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar dalam menyebarkan budaya digital yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
Dalam dunia media sosial saat ini, norma kesopanan dan etika seringkali terabaikan. Banyak pengguna media sosial yang dengan mudah mengungkapkan pendapat tanpa memperhatikan adab yang seharusnya. Nezar Patria menggarisbawahi pentingnya melibatkan para santri dalam mengembangkan budaya digital yang mencerminkan norma-norma Indonesia yang santun.
Selain itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, juga mengajak para santri untuk tetap memupuk semangat kebangsaan dalam interaksi mereka di platform digital. Hal ini menjadi semakin penting mengingat banyaknya permasalahan yang muncul di dunia digital, termasuk gerakan-gerakan yang bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu contoh permasalahan ini adalah rekrutmen untuk gerakan-gerakan yang anti-NKRI, yang semakin aktif menggunakan platform digital sebagai sarana penyebaran. Oleh karena itu, Nezar Patria mendorong para santri untuk menjadi garda terdepan dalam memerangi gerakan-gerakan yang merongrong persatuan dan kesatuan negara.
Namun, sementara santri dianjurkan untuk aktif berkontribusi dalam membentuk budaya digital yang positif, Nezar Patria juga mengingatkan pentingnya berhati-hati terhadap informasi yang beredar di internet. Terlebih menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024, di mana perkembangan teknologi kecerdasan buatan telah memungkinkan adanya konten-konten manipulasi yang menyesatkan.
Salah satu jenis konten manipulasi yang patut diwaspadai adalah “deepfake,” yaitu video rekayasa digital yang membuat sosok tertentu tampak seperti mengucapkan atau melakukan hal tertentu, padahal sebenarnya tidak demikian. Inilah mengapa literasi digital, kritis dalam menerima informasi, dan pemahaman tentang teknologi semakin menjadi kebutuhan mendesak.
Acara Literasi Digital Santri Milenial yang diinisiasi oleh Dunia Santri Community membawa pesan yang kuat. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, dan para perwakilan perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah juga menunjukkan komitmen untuk memperkuat literasi digital di kalangan santri.
Mengembangkan literasi digital di kalangan santri bukanlah sekadar upaya menjauhkan mereka dari bahaya teknologi digital, tetapi juga untuk mempersiapkan generasi muda yang cerdas dalam menggunakan teknologi untuk kebaikan, sekaligus menjaga akhlak dan nilai-nilai agama dalam dunia maya. Santri yang melek literasi digital bukan hanya akan menjadi pengguna cerdas, tetapi juga penyebar kebaikan dan kebenaran dalam era digital ini.
Sumber: ANTARA